Cerpen: Catatan yang Cacat

Saya menulis cerpen ini secara spontan saat menemukan buku tulis yang masih baru di meja kerja. Ditambah, Wawa yang punya blog di sini, dengan baik hatinya, mencantumkan salah satu cerpen saya yang berjudul ‘Menyontek’ di posnya, dan itu memotivasi saya untuk kembali menulis cerpen.

Cerpen ini hanya untuk kamu yang dewasa karena sedikit bermuatan vulgar. Juga untuk kamu yang menyadari bahwa ketidakseimbangan di dunia itu ada dan tak bisa kita abaikan. Ada sedikit opini di dalamnya. Namun, jangan anggap opini itu murni dari saya karena sebenarnya, opini itu muncul begitu saja dari tokoh, bukan dari saya.

Lagi, kamu tak harus membacanya jika tidak siap dengan bahasan yang tidak senonoh dan yang berpotensi menyinggung perasaanmu. I’ve warned you about this. Baca lebih lanjut

Negeri yang Dihukum

‘…allahu akbar, allahu akbar, asyhaduanlaa ilaa ha illallaah!’

Bukan lagi kumandang azan. Azan tidak pernah seperti itu. Azan mestinya memerhatikan waktu. Tapi itu memang azan. Azan itu tidak menyuarakan kemenangan, tidak mengajak salat, dan tidak benar-benar memberi kesaksian atas Rasul mereka. Hampir setiap surau, musala, masjid, dan tempat-tempat ibadah lain yang jarang didatangi sedang menyuarakan azan secara bersamaan. Baca lebih lanjut

Kriteria (Cerpen)

Aku duduk sendirian menunggu seorang wanita. Kata temanku, wanita itu baik, pintar, juga peduli. Aku percaya ucapannya lantaran selama berteman ia jarang berbohong. Ketika kutanya cantik atau tidak rupa wanita itu, temanku menolak memberi pendapat. Bagiku penilaian ini amat penting. Sebelumnya aku sering memacari wanita-wanita yang lumayan cantik. Hanya saja aku tidak bertemu mereka dari kencan buta norak seperti yang tengah kulakukan ini. Kebanyakan mereka adalah teman semasa kuliah atau teman kerja. Sayangnya, sekarang aku telah melabeli mereka sebagai mantan. Aku harap wanita yang akan kutemui nanti punya paras yang tidak lebih buruk dari pacar terakhirku, minimal setara. Sebagai sedikit penekanan, saat ini aku sedang berjuang membuktikan pada teman-temanku bahwa ada wanita cantik yang akan menerima lamaran menikah dariku meski aku memiliki kebiasaan buruk. Baca lebih lanjut

Cerpen: Menyontek

 

Ini cerpen yang kemarin saya janjikan mau diposting. Cerpen berjudul ‘Menyontek’ ini bisa juga kamu baca di Antologi terbitan de TEENS: ‘I’m Proud To Be Me’,  yang saya bahas di postingan yang ini. Oh, ini sedikit mencubit sedikit si Febri, soalnya dia juga nulis tentang hal yang serupa.

Panjang cerpen ini 1700 words. Lumayan panjang. Tapi untuk ukuran cerpen tergolong normal (8 halaman A4). Jadi kalau misalnya kamu bisa betah baca, silakan dibaca. Kalau tidak bisa baca tulisan panjang, ngomen aja di bawah, ye :). Selamat membaca, Agustus! Baca lebih lanjut

Cerpen: Kentungan

Oleh Umami

Bulan silih berganti. Hutang Gik kian bertambah. Nominalnya amat besar untuk ukuran orang yang tinggal di desa ini. Uang sebanyak itu bisa ia gunakan untuk membeli mobil idaman istrinya yang iklannya sering seliweran di televisi belakangan ini.

Awalnya, ia tak terlalu memedulikan hutang-hutang usaha mebelnya yang telah berjalan lebih dari tujuh tahun itu. Namun, laporan penjualan yang tidak sesuai target tiga-empat bulan berturut-turut; pemborong yang belum melunasi tagihan padahal furnitur sudah diangkut ke negara mereka (kebanyakan Belanda); Baca lebih lanjut