Naik Level (Graduation)

Setelah 5 tahun terikat dengan Universitas Sebelas Maret, pada hari Sabtu (2 Sept 2016) beberapa waktu yang lalu saya resmi dilepas dengan bekal S.Pd.

Kuliah saya memang terbilang lama. Jika normalnya teman-teman seangkatan saya lulus bulan Desember tahun kemarin (2015), saya justru melenggang (dengan beberapa teman lain yang senasib) 9 bulan kemudian. Selayaknya bayi yang sedang dikandung dan mesti berjuang menuju kelahiran (9 bln), kami termotivasi melihat teman-teman yang telah diwisuda. Tapi perjuangan untuk menyusul tidak mudah. Butuh waktu berbulan-bulan hingga terbuka jalan menuju kelulusan.

Lulus lama tidak patut disesali. Harus tetap disyukuri karena bisa lulus. Beberapa orang bahkan harus mengalami masa-masa sulit untuk mengundurkan diri atau berpindah kampus gara-gara masa studinya hampir expired.

img-20160904-wa0041

Bersyukur kepada Allah. 🙂

Sebenarnya masa studi saya tidak benar-benar 5 tahun, tapi 4 tahun 4 bulan. Untungnya bagi orang-orang seperti saya, angka tersebut tidak menunjukkan tingkat keberhasilan seseorang (ya, karena saya gak mau dibilang gagal, haha). Konsep keberhasilan atau kesuksesan yang saya pegang saat ini agak berbeda dengan yang dulu saya pahami.

Secara umum, dalam pandangan orang kebanyakan, sukses terbagi menjadi 2: sukses dalam tujuan dan sukses dalam proses.

Orang yang suksesnya hanya berlandaskan pada tujuan biasanya akan melakukan apapun meski harus melalui jalan-jalan yang tidak baik demi mencapai tujuan. Sementara, orang yang sukses dalam proses berarti ia berhasil mempertahankan prinsip-prinsipnya dalam proses menuju tujuan. Meski pada akhir tujuannya belum tercapai, ia tetap sukses karena berhasil menjalankan prinsip-prinsip tersebut.

Misalnya, ada seorang pejabat yang ingin memiliki mobil baru. Ia mengumpulkan rupiah demi rupiah agar bisa membeli mobil. Namun lantaran tidak sabar dan gelap mata akhirnya ia mengorupsi dana proyek untuk membeli mobil. Nah, dia sukses kan karena akhirnya berhasil membeli mobil?

Sementara ada seseorang yang lain yang sama-sama mengidamkan mobil baru tapi berprinsip sejak awal tidak akan mengambil uang yang bukan haknya. Ia bekerja keras, mengumpulkan gajinya, dan memperoleh uang lain dari sumber yang jelas. Namun, meski telah berusaha amat keras dan lantaran ia begitu membutuhkan kendaraan untuk mobilisasi akhirnya yang terbeli justru mobil bekas. Inilah sukses dalam proses. Dan saya lebih suka yang ini meskipun tujuan utamanya tidak tercapai. Dulu saya pernah posting tentang graduation before 23 dan tujuan itu memang tidak tercapai, tapi Allah menggantinya dengan graduation at 23. Kita tidak pernah tahu yang terbaik bagi kita. Rencana memang di tangan kita, tapi ketentuan di tangan Tuhan.

Alangkah bahagia jika kita berhasil meraih kedua sukses tersebut. Setelah sukses dalam menjalankan prinsip mulia, akhirnya sukses juga dalam mencapai tujuan. Bahagianya berlipat. Dan amat rugi orang yang hanya berorientasi pada tujuan tanpa memedulikan cara-cara yang ia gunakan dalam meraihnya.


Setelah wisuda, pilihan-pilihan yang muncul di hadapan saya bermacam-macam: mengajar/jadi guru, kerja yang lain, lanjut S2, buka usaha, dan SM3T.

Menjadi guru saat ini belum menjadi prioritas saya. Saya percaya bahwa profesi ini mulia di hadapan orang. Tapi saya tidak menghendaki profesi yang nantinya malah saya lakukan setengah hati. Apalagi ‘hanya’ bermodal S1. Saya ‘takut’ hal itu akan membatasi pendidikan saya. Setidaknya S2, lalu mengajar baru akan menjadi pilihan. Insya Allah.

Kerja yang lain? Dulu sering membayangkan berada di tengah lingkungan kerja penerbit. Gara-gara demen baca buku fiksi, menjadi editor/penyunting naskah sampai saat ini masih membayangi saya.

Lanjut S2? Sedang saya rencanakan. Jika skor TOEFL sudah oke, saya tidak akan menunggu lama untuk kuliah lagi. Ini yang sedang jadi prioritas saya sekarang.

Membuka usaha sendiri. Siapa yang tidak ingin punya usaha sendiri? Banyak anak-anak usia SMA yang buru-buru mengganti cita-cita masa kecil mereka menjadi pengusaha saat berada di kelas X dan XI, karena di kelas XII cita-cita mereka adalah lulus, hehe. Apa yang mereka inginkan? Tentu saja ingin sukses dari usahanya sendiri, karena dalam usaha sendiri, kita sendirilah aturannya. Bebas tapi berduit. Berduit tapi bebas. Tapi usaha apa yang konkrit saat ini (untuk saya)? Belum terpikirkan, tapi dimana-mana usaha berarti jualan kan, jadi tunggu apa yang akan saya jual  🙂 .

SM3T: Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal.
Awalnya saya menolak mentah-mentah pilihan tersebut. Yang terbayangkan oleh saya jika mendengar SM3T adalah hidup susah jauh dari rumah, tidak ada/sulit sinyal (it means no internet), kurang hiburan (jika bicara soal hiburan yang saat ini gampang saya peroleh), dan makan yang itu-itu saja. Tapi sekarang saya tidak menolaknya, karena sesuatu yang kita tolak bisa jadi malah yang menjadi masa depan kita.


Ehm, apakah dulu kakak-kakak yang lebih dewasa dari saya mengalami masa transisi yang berbeda dari saya? Atau malah tidak mengalami hal ini? Cerita dong.

32 respons untuk ‘Naik Level (Graduation)

  1. shiq4 berkata:

    Klo saya dulu maunya kuliah sampai S2. Tapi tiba2 sakit menahun. Jatah cuti 2 semester udah terpakai dan akhirnya gagal jadi sarjana.

    Sebenarnya sampai sekarang masih sering kepikiran sih. Berandai-andai kalau saja saya tidak sakit, mungkin bisa jadi manajer pemasaran. Trus nulis buku pemasaran deh.

    Tapi mbaca postingan diatas sedikit menyegarkan. Mungkin saya harus menikmati prosesnya saja. Toh sekarang saya juga bisa nulis dan praktek langsung pemasaran ketoka jadi penjual buah he he he……

    Suka

    • rizzaumami berkata:

      Percaya itu yang terbaik mas karena sudah disertai dengan usaha yang maksimal. Kalau kita sendiri yang membayangkan akan kemana, pasti kalah dengan yang-maha-menggiring-kita-kemanapun, sang maha segala. 🙂

      Disukai oleh 1 orang

  2. Angwie berkata:

    Selamat mas bro, eh dik bro, selamat atas kebebasan (sekaligus kebingungan) yang berhasil diraih! hehe..

    Kalo aku dulu setelah lulus langsung bertekad utk memutuskan aliran dana dari orang tua, ingin segera mandiri. Aku dulu lulus Desember 2013. Jd sejak lulus sampai Februari aku gerilya ke perusahaan2, alias melamar kerja. Tapi cukup banyak perusahaan abal2 yg aku temui (maklum, lowongan kerja online blm tentu perusahaannya seperti yg km bayangkan), ah km nanti jg bakalan tau sendiri. Sampai pada akhirnya (alhamdulillah) tekadku kesampaian di bulan Maret 2014, aku dapet kerja di bank swasta. Hari pertama kerja tanggal 3 Maret 2014, padahal aku belum wisuda, haha, baru wisuda tgl 8 Maret 2014.

    Saranku, tentukan dulu niatanmu mau ngapain, kerja apa, ingin mencapai apa. Nanti kalo kamu mau mengusahakan dgn sungguh2 pasti jalan akan terbuka. Btw, kenapa gak langsung dicoba ngelamar kerja di penerbit? Masa depan tergantung tu dari minat (gak harus ada bakat) dan fokus yg gak pernah padam akan sesuatu bidang lho, bukan tergantung basic pendidikanmu. Sekedar masukan sih… semoga mencerahkan… 😀

    Suka

    • rizzaumami berkata:

      Makasih banyak mas Angwie. Iya bener juga, harus lebih selektif sama lowongan yang dipasang online. Saya masih agak bingung sih pilihnya. Jadi kalau udah pernah dengar sama yakin kalau reputasinya bagus baru di-save infonya. Tapi ini terlalu pilih-pilih gak sih? Soalnya khawatir kalau yang diinginkan ternyata menolak, haha.

      Saran bagus mas, saya juga percaya gak harus dari bakat. Kalau passionnya ke sana dan ngerasa nyaman mengerjakan itu mending diambil kan. Thanks lho masukannya, sangat mencerahkan, hehe 🙂

      Disukai oleh 1 orang

  3. Levina berkata:

    Betul. Kita harus berbaik sangka. Mungkin menurut kita jelek, tapi ternyata itu lebih baik. Pasti segala sesuatu terjadi karena Allah telah merencanakan yang terbaik buat kita. Tentunya jika kita mengikuti aturan-Nya yak. Semoga sukses ya.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.