Posting Maret: BALI 2DAY

Pas baca judul jangan kira saya sedang jalan-jalan ke Bali selama dua hari. Bukan. Ini hanya postingan pertama saya di bulan Maret 2016. Rasanya udah lama sekali gak buka wordpress.

Pertengahan bulan Januari-Februari lalu saya sibuk mengerjakan blog lain yang domainnya nebeng sama uns.ac.id. Saya ikut kompetisi lagi, semoga menang. Tahun 2014 saya sempet menang pada even yang sama. Namun kali ini pesaingnya lebih banyak, banyak anak-anak baru yang ide-idenya fresh (saya berasa tua aja). Tapi saya akui kalau saya memang udah ‘tua’ kok (untuk berada di kampus ini).

Kejadian beberapa waktu lalu sedikit menohok saya. Waktu itu sore, saya mengikuti pelatihan blog, namanya EduBlog. Pesertanya tidak dibatasi, yang penting masih mahasiswa UNS. EduBlog ini dijadwalkan beberapa hari dan saya kebagian gelombang 3. Pembagian gelombang ini untuk mengefektifkan proses belajarnya, selain karena memang jumlah komputer di lab. pusat UNS tidak terlalu banyak dan karena tiap hari mentornya cuma satu.

Selesai salat ashar saya pake sepatu, lalu seorang mahasiswa yang sama-sama siap beranjak nanya, “Mas, ikut edublog juga?”

“Iya,” jawab saya ragu.

“Semester berapa?” tanya dia lagi.

Jujur ini pertanyaan jebakan. Kalo saya jawab jujur, akan sedikit mengherangkan bagi orang lain, karena mestinya orang-orang dengan semester 2 digit seperti saya tidak berkeliaran semaunya, seperti main-main blog, sementara skripsinya aja belum kelar.

Akhirnya saya jawab jujur, karena berani jujur itu HEBAT!

“Semester se-puluh.”

“Ha?!” Dia terkejut. Saya tersenyum, getir. Apa maksud keterkejutannya? (Saya pura-pura tidak tahu padahal tahu betul).

“Kenapa?”

“Masa semeter 10?”

“Iya, lha kamu kira semester berapa?” tanya saya masih dengan nada sok akrab seperti layaknya ngobrol sama orang baru kenal.

“Saya kira angkatan 2014 (semester 4) apa 2015 (semester 2) gitu, Mas?” Nah, sapaan Mas-nya kali ini terdengar lebih berarti karena saya memang lebih tua darinya. “Soalnya wajahnya kelihatan muda banget,” tambah dia sambil tertawa.

“Oh, lha kamu angkatan berapa? 2015?” tebak saya.

“2014, Pertanian, Mas.”

Saya dapat hikmah dari kejadian itu. Ternyata saya terlihat lebih muda di mata orang lain. Dan sebenarnya, menebak usia orang ketika orang tersebut berada di usia sekitar 18-25 memang agak susah dan serba salah.


DONE.

Posting pertama bulan ini bukan mau bicara hal tadi 😀 , tapi tentang BALI 2DAY. Ini tentang buku berjudul BALI 2DAY: Modernity, buku lama, cetakan 2005 (Juli) oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) yang ditulis oleh Jean Couteau dkk.

Bali 2Day (dibaca: Today) sebenarnya berisi tulisan yang berasal dari artikel koran Bali Post tentang kehidupan di Pulau Dewata yang terbit antara tahun 91-94.

Sebagai buku yang memuat ‘cerita’ lama yang jauh sekali dari kehidupan Bali sekarang, membacanya semakin membuat saya penasaran, tentang bagaimana Bali dulu sewaktu baru mau naik daun.

Buku setebal 238 halaman ini sangat menarik untuk dibaca. Terutama karena sebagian besar ditulis oleh bukan orang Bali, yaitu Jean Couteau yang notabene orang Prancis yang juga ngajar di ISI.

Selain itu, sisi lain dari buku ini yang membuat saya tertarik baca adalah ilustrasi gambar yang bernada sarkas yang dibuat oleh Wayan Sadha untuk setiap judul artikel.

2016-02-24 10.17.11

  1. In fact I’m Balinese. I married a Balinese man and I will buy offerings
  2. God forgive me. Why, there are great changes nowadays. There is a tourist who imitates the Balinese in carrying goods on her head. Then a local Balinese woman changes, too. After staying in Kuta for three months, she starts speaking with a western accent. She even changes the way she walks. Now she walks hurriedly.
  3. Don’t talk too much, Sompret! Things go on in such a way nowadays, under the influence of globalization!
  4. Well… I understand that! But, please, don’t exaggerate, Mrs. Cetrung! (p.151, Balinese Men and Western Females)

Salah satu artikel yang menarik buat saya di antaranya: Peeping: an Educational Pastime (di-publish tahun 1992). Artikel ini membahas tentang kelakuan ganjil anak muda Bali yang suka ngintip orang bulan madu. Bahkan petugas tempat penginapan menyediakan tempat bagi mereka untuk mengintip. Dan kalau ketahuan, orang yang diintip tidak boleh marah.

The fact that they have peeped at you does not embarrass your viewers in the least bit. You may come upon one of them in the streets and, if you don’t recognize him, he certainly will recognize you and say, with a broad smile on the face “Eh, Made, I watched you with pretty Asih last night. You were not bad at all. How many rounds did you end up with?”

If the interchange degenerates to this type of questioning, please be civilized. Don’t punch the fellow in the face, as an uncouth Westerner might. It is better to laugh away the matter with a comment such as: “I don’t remember, I’m not very good at counting.” (p.3)


Artikel lain seperti The Balinese Gigolo, A Tale of Two Cities, Change, Love Me and Leave Me, Warni: Another Sad Story, “Sudah Kawin?”, membuka mata saya tentang undercover-nya Bali sewaktu dulu, terlepas dari semua keindahan dan keeksotisan pulau tersebut.

“Apa kabar?”

“Fine,” comes back the reply.

If you have been in Indonesia for sometime, you will then be accustomed to this kind of dialogue and maybe to the situation, too: The speaker of Indonesian is the foreigner, and the one who answer in English is Indonesian. The first is eager to speak the language of the country; the second stubbornly refuses to speak his own national language with the foreigner. (p.97, why the Balinese refrain from speaking their mother tongue)


Anyway, whoever you are, whatever you might think of yourself, things are different here, and you are “different” anyway. Even if you are British and think you are better than Germans, or if you are a Frenchman and see yurself as higher than both British or Germans (indeed), or, if you are European, and see yourself as more sophisticated than those boorish Australians or childish Americans (indeed you are), you should know that in the eyes of the Balinese–and of the Indonesian as a whole–you are just a bule (albino), a name usually attributed to a special bull (kebo bule). (p.158, “sudah kawin?”)


Saatnya blogwalking ke rumah temen-temen. Lama gak berkunjung, mau tahu apa yang telah saya lewatkan selama 2 bulan ini. Welcome back (Me).

4 respons untuk ‘Posting Maret: BALI 2DAY

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.