Review Novel RINDU – Tere Liye

Hello from the other side!

Saya masih di sini. Masih jadi mahasiswa semester akhir. Ternyata jadi tua itu rasanya seperti ini ya? (*yang lebih tua siapin golok*) 😀 . Update dulu tentang perjalanan pendidikan daku yang berliku ini. Saya semester 9 (enggak perlu malu). Udah enggak kuliah. Kerjaannya ya revisi. Tanggal 4 Januari 2016 saya mau ujian seminar hasil penelitian kimia saya. Itu belum ujian akhir/pendadaran. Masih on going pendadarannya. Pengennya sih ikut wisuda bulan Maret 2016. Semoga, ya. Doakan dong. (Btw, hampir 5 tahun saya kuliah S1 ini. Kalo ibarat anak SD kelas 1, sekarang mau naik kelas 6. Yang dulu ingusan sekarang udah cinta-cintaan)

By the way, this time I’ll tell you about a book from Tere Liye, judulnya Rindu.

novel rindu tere liye

RINDU – Tere Liye

Judul: Rindu
Penulis: Tere Liye
Tebal: 544 halaman (51 bab)
Penerbit: Republika, Cetakan V November 2014
Tema: Cinta, Keluarga, Perjuangan.
Setting: 1930-an
Ratings: Me 3 of 5. Average on goodreads 4.16 (Wow).

Ada yang sudah baca? Atau ada yang sedang baca?

Novel ini bercerita tentang perjalanan rombongan haji pada zaman Hindia Belanda, berangkat dari Makassar menuju Jeddah (Arab) dengan transit di beberapa pelabuhan. Dalam perjalanan itulah Tere Liye menyusun potongan cerita dari beberapa tokoh yang masing-masing memiliki konflik pribadi. Daeng Andipati, saudagar dengan keluarga paling bahagia yang belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Gurutta, ulama besar dari Gowa yang selalu percaya ada jalan lain yang lebih baik sehingga seringnya malah menghindar dari masalahnya, yang membuat posisinya seakan orang munafik. Mbah Kakung yang teramat mencintai istrinya dan sangat takut kehilangan. Ambo Uleng, pelaut tangguh yang patah hati. Dan Bonda Upe, bekas ‘perempuan bayaran’ yang sudah tobat namun sulit memaafkan dirinya sendiri.

Di dalam novel ini Tere Liye menantang pembaca untuk kembali ke tahun 1938 bulan Desember. (Rasanya pas sekali waktu saya memutuskan membaca novel ini dan akhirnya selesai di tanggal 26 Desember, persis seperti di akhir novelnya. It’s such a kind of amazing timing.) Setting-nya di kapal Belanda, Blitar Holland. Sedikit banyak, novel ini memberikan gambaran tentang kondisi Indonesia waktu itu. Tentang peran tentara Belanda dan posisi orang Indonesia. Orang Belanda tidak semengerikan yang saya bayangkan selama ini. Sebab yang ada di pikiran saya dari dulu seperti itu. Barangkali karena terlalu sering membaca sejarah yang bercerita lebih banyak tentang kejinya bangsa penjajah. Nyatanya di sisi lain masih ada beberapa kelompok orang Belanda yang tidak berpihak pada serdadu. Mereka berada di Indonesia hanya untuk bekerja atau menjadi pegawai pada perusahaan ‘sehat’ seperti kapal Belanda ini.

Bagi saya novel ini terlalu tebal di bagian awal. Perjalanan menuju konflik sangat panjang. Hampir setengah dari novel ini menonjolkan kekuatan karakter tokoh, pengenalan, dan penguatan setting. Konflik baru dimunculkan di akhir–sebagaimana novel Tere Liye yang lain. Tetapi saya merasa bahwa pembawaan menuju konflik terlalu diulur. Dan di bab-bab akhir, tentu Tere Liye habis-habisan mempersulit posisi tokohnya. Itu sudah merupakan ciri khas atau bagaimana, I don’t even know.

Novel ini buat saya lebih menjual di bagian pertanyaan-pertanyaan terbesar dari masing-masing tokoh. Sisanya hanya pendukung semata. Pertanyaan besar itu adalah tentang masa lalu tokoh yang selalu menghantui mereka setiap saat. Namun dapat dijawab begitu mudah oleh Gurutta sang ulama besar. FYI, novel ini memang menonjolkan sisi islami-nya tapi bukan novel islami kayak AAC atau lainnya. Yah, meskipun setelah selesai baca novel ini saya belum bisa menerjemahkan apa korelasi antara Rindu (judul novel) dengan jalan cerita dalam novel, saya tetap kagum dengan Tere Liye. Dia adalah salah satu penulis novel yang tak pernah terlewat menyisipkan pesan moral lewat karya-karyanya. Entah itu pesan untuk menjaga alam, mencintai kekasih, atau pesan agama.

Tahu Anna dan Elsa? Di novel ini ada karakter anak-anak dengan dua nama itu, kakak beradik. Merekalah anak Daeng Andipati sang saudagar. Mirip Frozen kah namanya? Entah bagaimana bisa mirip, mungkin Tere Liye terinspirasi dari film itu atau bagaimana, I don’t even know. Karakter mereka yang membuka cerita di novel ini. Saya favoritkan Anna di novel ini. Tapi di bagian epilog, sayangnya Anna dan Elsa tidak menjadi penutup cerita. Yah, meski tas Anna sudah ambil bagian di epilog sebagai penutup cerita yang epik, Anna dan Elsa mestinya akan menjadi penutup yang lebih sempurna.

Syukurlah, ini buku ke 15 yang saya baca di tahun ini. Bagaimana? Berani baca?


Jangan pernah berpikir untuk berhenti membaca, karena kamu akan kehilangan jalan cerita.

18 respons untuk ‘Review Novel RINDU – Tere Liye

  1. Icha berkata:

    Hmm..aku bukan penggemar Tere Liye, tp sedikit penasaran pgn baca bukunya yg ini. Msh mending umami 15 buku dlm setahun, aku cuma 3 *hides 😁 Tahun 2016 pgn bikin target baca buku lg.

    Suka

  2. joeyz14 berkata:

    Umami…makasih reviewnya..aku dah punya buku ini dari enam bulan lalu tapi bosan dengan bab2 awal makanya jadi malas ngelanjutinnya . Tapi Tere Liye gitu loh…harus aku selesaikan deh.

    Suka

  3. Gara berkata:

    Wah buku ke-15. Keren! Bertarget 50 saja bagi saya sudah sesuatu yang hebat banget, apalagi bisa baca 15 buku dalam setahun :hehe. Iyah, yang bikin penasaran memang bagaimana penggambaran di tahun 1938 itu. Selain itu, bagi saya juga eksplorasi perasaannya, Tere Liye kan terkenal di kekuatan emosinya ya… :hehe. Oke, akan saya masukkan dalam daftar tunggu untuk dibeli dan dibaca :hihi. Terima kasih sudah berbagi!

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.