Akhir dari Sebuah Program

IMG-20151124-WA0003

Saya yang mana? (Teman-teman PPL)

Saya menulis ini lantaran sadar bahwa ada banyak orang di luar sana yang ingin mencicipi kenangan, pengalaman, dan remeh-temeh dari kehidupan orang lain. Saya salah satunya. Saya selalu penasaran dengan apa yang kalian lakukan di tempat kalian. Bukan hanya sekadar lewat foto dan sekelumit kalimat pengantar saja, tapi dalam sebuah cerita utuh. Bedanya dengan Dementor, kalau Dementor menghisap kebahagiaan dan kegembiraan seseorang, saya hanya meminjam cerita kalian dalam bentuk kaset, lalu akan saya kembalikan sesudah saya tonton. *Ah, apalah*

Akhir dari Sebuah Program.

Dimulai tiga bulan yang lalu, awal September 2015, kami (saya dan 28 kawan dari fakultas yang sama, tapi berbeda jurusan) mulai melaksanakan sebuah program wajib fakultas. Namanya PPL (Program Pengalaman Lapangan). Saya percaya, beberapa di antara kalian ada yang kesulitan membedakan PPL, KKL, atau KKN. Saya beri garis besarnya saja, PPL itu hanya khusus mengajar di sekolah, KKL semacam magang di tempat kerja, sedangkan KKN mendampingi dan tinggal bersama warga di suatu desa tertentu.

IMG-20151124-WA0010

Bersama di Lapangan.

Saya memeroleh tugas mengajar mata pelajaran Kimia di SMA N Gondangrejo, kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Selama kurang lebih 3 bulan (berakhir tanggal 28 November 2015 kemarin) saya pulang-pergi keluar kota Solo-Karanganyar setiap hari, sebagaimana guru di sekolah kalian dulu.

Yang menjadi penting bagi saya dalam PPL ini bukanlah ilmu praktik mengajarnya. Karena itu memang sudah menjadi tujuan utama program. Yang menjadi penting bagi saya adalah keterkaitan yang terlanjur kami jalin di sekolah itu.

Selama tiga bulan, kami bertemu, berinteraksi, bersapa, tanpa berpikir akan datangnya ‘hari penarikan program’, tanpa berpikir bahwa interaksi serta gurauan-gurauan ini akan ada akhirnya: Perpisahan. —ah, ini terlalu baper. Untungnya, ‘program’ mengemas istilah itu dengan Penarikan, bukan Perpisahan.

Skenario paling mengagumkan yang kadang membuat manusia terjebak di dalamnya adalah PERKENALAN. Diawali dengan sikap ragu atau sungkan, lalu mulai terbiasa, dan akhirnya tiba saatnya untuk menyadari bahwa kalian sedang membangun sebuah kenangan. Bukankah saat ini kalian tengah melakukannya? Lihatlah orang-orang di sekitarmu, teman-temanmu. Pikirkan bahwa masa ini akan segera berganti. Maksud saya, kalian tidak akan selamanya hidup dengan kondisi seperti ini kan? Mungkin, di antara kalian ada yang membuat target: ‘di usia 25 saya akan …’, ‘di usia 30 saya akan …’ dst, tanpa menyadari bahwa ada banyak orang di sekitar kita yang turut serta dalam perjalanan menuju tahun-tahun mendatang itu.

IMG-20151202-WA0002

My last time in that school.

Bersyukurlah kalian yang menulis kisah-kisah sendiri. Karena tulisanmu akan berumur lebih tua daripada usiamu. –meminjam kutipan mbak Wina Bojonegoro.

Saya mengakui bahwa selama 3 bulan berperan sebagai guru itu memang melelahkan. Terutama dalam menghadapi siswa SMA yang menurut saya masih labil, belum begitu punya sandaran yang kokoh, mudah digoyahkan, dan kadang meluap-luap. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika saya benar-benar menjadi guru kelak.

Selain menjadi guru bagi mereka, saya juga merasa menjadi teman bagi mereka. Saya menampung mimpi mereka. Saya berharap merekalah yang akan menjadi anak bangsa yang selalu diidam-idamkan negara ini.

Selama 3 bulan bersama anak-anak SMA, saya anggap sebagai perkenalan. Perkenalan itu diakhiri dengan Perpisahan. Kami membungkusnya dengan momen singkat yang menyenangkan. Kami tahu kami harus pamit. Dan mereka harus menyalami kami satu per satu. Sungguh adegan yang formal :D.

Dan di akhir program ini, anak-anak menganugerahi saya sebagai guru Terlucu. Ya, saya memang lucu 😛 . Dan terima kasih atas permen, bunga, serta kenangannya.

“Ketahuilah, kenangan akan terbentuk sesudah perpisahan.”


I’m still here, Surakarta.

38 respons untuk ‘Akhir dari Sebuah Program

  1. Gara berkata:

    Namanya pertemuan, jadi pasti ada perpisahan :hehe. Tapi selama tali silaturahmi tetap terjalin, semoga tak ada orang yang lupa dengan teman-temannya, juga dengan kenangan satu sama lain. Siapa tahu, jalan hidup membawamu kembali ke sekolah itu, untuk mengabdi pada murid-murid yang silih berganti seiring penggantian tahun ajaran.
    Selamat, sudah berhasil melalui satu fase menjadi seorang pengajar. Moga-moga ilmu yang didapat bisa membuat dirimu jadi pendidik yang jempolan :hehe. Saya selalu suka dengan para guru. Mungkin karena orang tua saya juga seorang guru :hehe. Menurut saya mereka orang-orang yang hebat dan kuat. Bagaimanapun menghadapi anak didik bukan tugas sepele. Ya kan, Pak Guru? :hehe.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Hafidh Frian berkata:

    Cie calon pak guru, kimia sih udah jago dikampus lah ya? Cuma di ppl lah teknik mengajar, cara menyampaikan, dan mengendalikan kelas diperoleh. Semangat, pak 🙂

    Suka

  3. Angger berkata:

    Gue sebagai pembawa acara PPL Awards kemaren kurang iklas jika Pak Umami pergi..
    Karena janjinya yg mau ngasih Hadiah buat soal LOGIKA belum ditepatin…

    Disukai oleh 1 orang

  4. Ami berkata:

    Waah, pasti seru ya pengalaman mengajarnya, dan setelah perpisahan jadinya kangen-kangenan..itu berarti Umami sudah meninggalkan pengalaman yang berkesan bagi siswa-siswinya.
    Semangat jadi guru 🙂

    Suka

  5. Asop berkata:

    Hihihi guru terlucu yah… eh guru terlucu (yang suka bikin ketawa) apa guru terimut nih? :mrgreen: :mrgreen:

    Umam, coba cukur kumismu. Udah pernah cukur kumis kan? Coba jangan sisakan kumis sama sekali. 😀

    Disukai oleh 1 orang

  6. yogisaputro berkata:

    Wah umami fans nya banyak 😀

    Semoga jadi guru yang gaul dan menginspirasi serta terhindar dari sikap alay.
    Kalo jadi guru sementara itu, biasanya suka ditanyain “Pak, nama FB/Twitter/IG/Path/WA/Line/BBM nya apa? Di add dong.”

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.