Lebaran Kupat di Rumah

Sebelum postingan ini menjadi agak basi gara-gara kurang aktual, segera saya publish. Kali ini saya ingin berbagi tentang lebaran kupat yang menjadi tradisi di daerah saya. Kebanyakan kota atau kabupaten di pantura juga merayakan lebaran ini. Di beberapa kota lain yang sebelumnya tidak pernah saya duga ternyata juga merayakan. Seperti yang diceritakan oleh mbak baiqrosmala di blognya. Dan ada pula teman saya yang dari Sumbawa juga merayakannya di hari ke 7 setelah lebaran.

kupat

Kupat (source)

Sehari sebelum merayakan lebaran kupat, saya dan keluarga menyiapkan hidangan khas yang hanya hadir saat lebaran kupat saja, yaitu kupat dan lepet. Uniknya, di kota-kota besar biasanya makanan ini sudah ada sejak lebaran idul fitri hari pertama, sementara di beberapa daerah mesti menunggu seminggu. Itulah tradisi yang berbeda, yang menurut saya sangat menarik. Tidak untuk diperdebatkan, namun masing-masing untuk tetap dilestarikan, sebab tidak ada yang keliru jika dilihat dari sudut pandang agama *tiba-tiba pake peci*.

Saya ingin berbagi pengetahuan tentang lebaran kupat ini berdasarkan cerita dari pak de saya (suaminya bu de *tentu saja keles*), yang masih seorang guru SD sampai sekarang. Beliau mengajar bahasa jawa sejak saya belum lahir, alias sejak ibu saya masih SD beliau yang mengajar (gimana? Keren alias tua kan pak de? *disambit*). Pak de saya bilang bahwa tradisi lebaran kupat ini dibawa oleh Sunan Kalijaga (kalau belum kenal siapa sunan ini, silakan kenalan dulu di wikipedia sini). Lebaran ini dirayakan oleh orang muslim setelah berpuasa syawal (puasa setelah idul fitri).

Filosofi Ketupat dan Lepet
According to pak de, kupat dalam bahasa jawa, merupakan kependekan dari ‘aku lepat’ yang artinya ‘saya salah’. Lepet singkatan dari ‘lep lan dimpet’, artinya ‘disimpan dan ditahan/jangan diungkit’.

Sehingga, artinya kurang lebih –> kupat lepet –> saya salah, mohon disimpan dan jangan diungkit. Yang menurut analisa saya merupakan filosofi untuk sebuah permohonan maaf.

Sedangkan kalau dikembalikan ke versi bahasa arab, kupat merupakan kata serapan dari bahasa arab ‘hufad’ yang artinya menjaga. Lepet diambil dari ‘lafdzun’ yang berarti lisan. Lalu ada tambahan janur kuning, yang diambil dari bahasa arab ‘ja a nuur’ artinya datanglah cahaya, dan kuning sebenarnya dari ‘qu nar/nir’ <– yang ini saya kurang begitu ngerti penjelasannya. Intinya qu nar/nir ini terjaga dari api neraka.

Sehingga, artinya kurang lebih –> kupat lepet janur kuning –> dengan menjaga lisan, akan datang cahaya yang dapat menjaga kita dari api neraka.

Filosofi lebih mendalam tanya sama orang filsafat aja ya, saya agak puyeng mikir ginian, mending bantu ibu di dapur *bantu nyomot makanan yang baru diangkat* 😀 .

Lebarannya

Lebaran kupat di tiap daerah berbeda-beda. Kalu di daerah saya, diawali dengan selamatan bareng di mushala terdekat, tahlilan dan doa bersama. Lalu makan kupat bareng-bareng, saling bertukar makanan. (Tukar menukar makanan ini kalau dalam ranah emak-emak, biasanya rawan saingan buat banding-badingin kupat atau lepet siapa yang lebih enak dari siapa. Waspadalah.)

Kupat dimakan dengan opor ayam atau soto ayam atau makanan berkuah lain. Bu de saya lebih anti mainstream dibanding kanan-kirinya, pakenya pecel. Yah, bisa dianggap kupat ini lontong, wong sama-sama dari beras kan. Sementara lepet tinggal dimakan langsung. Lepet terbuat dari beras ketan dengan campuran garam dan parutan kelapa. Kadang ada yang menambahkan kacang tolo.

Pesta Lomban

Pesta Lomban (source)

Setelah selamatan, tradisi berikutnya yang selalu ramai di daerah saya adalah banyak sekali orang yang kumpul di pantai atau di tepi laut. Pantai menjadi sangat ramai pada lebaran kupat. Tradisi yang selalu ramai dan membuat pendatang rela menonton ini disebut Lomban. Kalau ingin tahu lebih lengkap bisa baca di wikipedia tentang Pesta Lomban. Perayaan lebaran kupat yang disebut Lomban ini cuma di Jepara. Yang paling saya tunggu-tunggu sebenarnya adalah acara larung sesajen dan kepala kerbau ke laut, sayangnya kali ini saya enggak punya kesempatan menonton pesta lomban.

Selamat hari raya kupat! (meski telat) [ ] Jepara, 24 Juli 2015.

37 respons untuk ‘Lebaran Kupat di Rumah’

  1. gadis berkata:

    oh gitu ya filosofinya, baru tau :3
    soalnya gapernah lontongan di rumah, tetapi hampir setiap hari dianterin lontong oleh saudara dan tetangga. wohooo! *bahagia* :3

    Disukai oleh 1 orang

  2. Gara berkata:

    Di Lombok juga ada, namanya Lebaran Topat, biasanya masyarakat mengunjungi tempat wisata, kemudian bersantap ketupat dan opor ayam di sana :hehe. Mirip-miriplah ya dengan di daerah lain, agaknya Lebaran Ketupat ini sebetulnya perayaan nasional, cuma setiap daerah punya keunikan sendiri-sendiri jadi terkesan tidak sama, padahal sebenarnya juga berasal dari satu perayaan :hehe.

    Filsafatnya dalam sekali, ternyata maknanya demikian :)). Thanks for sharing!

    Disukai oleh 1 orang

    • rizzaumami berkata:

      Betul pak, dan yg terpenting jangan sampai jarak antara org tua pemegang tradisi dg pewaris terlampau jauh, atau dg kata lain, anak2 harus mengerti dan peduli ttg ini sejak dini.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.