Menyusun Idul Fitri 1436 H.

Idul Fitri terdiri dari dua istilah. Idul berarti kembali. Sedangkan Fitri berarti tidak berpuasa atau berbuka. Sesederhana itu. Jadi, ketika tiba pada hari Idul Fitri, semua orang kembali menjadi tidak berpuasa. Entah, bagi mereka yang mengartikan bahwa idul fitri adalah kembali ke suci, saya kurang tahu, Setahu saya artinya memang seperti yang saya ketahui dan jelaskan tadi.

Pada hari ini, umat muslim di penjuru dunia merayakan hari kemenangan atas perjuangan berpuasa selama sebulan. Menang sebab telah berhasil melawan hawa nafsu. Karena ibadah puasa merupakan ibadah yang tidak ‘terlihat’, maksudnya tidak ada yang tahu apakah seseorang benar-benar berpuasa ataukah dia hanya berpura-pura (siapa tahu di suatu kesempatan dia telah membatalkan puasanya), maka kemenangan ini tidak berlaku untuk orang tersebut.

Terlepas dari hakikat kemenangan tadi, kebanyakan orang muslim, dan bahkan yang bukan muslim, ikut merayakan hari raya Idul Fitri dengan membahagiakan diri. Memang mestinya seperti itu. Hari raya Idul Fitri identik dengan kesenangan dan kebahagiaan. Dilarang untuk bersedih karena kita telah memenangkannya. Apakah kalian bersedih ketika telah memenangkan sesuatu?

Menyusun Idul Fitri versi saya adalah versi kebanyakan orang di Indonesia, mengikuti arus ke tempat di mana orang-orang menghibur diri mereka. Atau malah mungkin menyusahkan diri mereka.

Dua hari sebelum Idul Fitri alias Lebaran, saya menemani kakak perempuan berbelanja (belanja dalam arti yang sebenarnya). Saya juga berbelanja bersama Bapak untuk memperbarui warna cat dinding ruang tamu. Merancang hiasan untuk takbir keliling. Lalu menjemput paketan Ibu di kantor pos lantaran takut tidak sampai sebelum Lebaran. Saya merasa benar-benar menyusun Idul Fitri yang sebenarnya dalam versi orang kebanyakan. Saya pikir, untuk kali ini saya berani bilang, “Saya baik-baik saja meski menjadi orang kebanyakan.”

Belanja dengan kakak saya kemarin merupakan episode belanja paling capek yang pernah saya alami. Rumah kami di Jepara, dan kakak saya berbelanja di Kudus, perjalanan kurang lebih satu setengah jam bersepeda motor. Kenapa harus lari ke Kudus? Oke. saya hanya menemani dan ini penjelasan saya. Kakak saya sekolah SMA di sana selama 3 tahun. Barangkali dia ingin nostalgia. Dibanding di Jepara, pusat perbelanjaan di Kudus lebih diminati oleh orang-orang karena koleksi dan harganya oke. Di sana ada Matahari, Hypermart, Ada Swalayan, dan Ramayana sementara di kota saya tidak. (Saya kadang mengeluh soal ini).

Capeknya bukan gara-gara perjalanan dengan motor dinaungi panas siang hari puasa yang menyengat itu. Capeknya karena you-know, cewek kalau belanja, barang paling pertama ditemui dipegang, ditimang-timang lalu dikembalikan. Lalu jalan-jalan cari alternatif lain beberapa jam, lalu kembali lagi ke tempat awal, beli barang yang tadi. Awalnya saya kira ini cuma mitos. Ternyata benar-benar kejadian nyata.

Waktu itu saya tidak berencana membeli apapun. Saya hanya menemani. Kebetulan, secara tidak sengaja, kami ketemu dengan teman sekamarnya waktu SMA di lantai pertama etalase sandal dan sepatu. Akhirnya, jadilah acara girls day out in Matahari. Setelah berputar-putar dan menemukan celana untuk adik cowok saya dengan harga low karena ada voucher bonus belanja dikasih temennya, kami berputar-putar ke etalase sandal lagi, tempat pertama kali kami mendarat. Ini yang paling lama. Sembari cas-cis-cus mereka mencari sandal, saya sebal menunggu akhirnya jalan sendiri ke etalase sepatu cowok. Mencoba sepatu-sepatu yang harganya Astaghfirullah itu di kaki saya yang hina ini, saya cukup terhibur. Akhirnya, mungkin karena sedikit dorongan rasa sebal melihat mereka dan orang-orang di sini yang begitu bahagia berebut sandal dan sepatu, saya bilang ke kakak saya kalau saya tertarik dengan sepatu yang lagi diskon di dekat pintu masuk. Yay, sepatu itu saya embat. Padahal saya tahu saya hanya menemani. Tapi, mana ada yang mau melewatkan sepatu ori yang-lagi-diskon-banget plus-dibayarin? Nobody.

Ngomong-ngomong, itu sudah dua jam, dan kakak saya belum dapat sandal idaman yang cocok meski saya lihat dia sudah mengantongi sepasang sepatu. Namun, sayangnya itu dibelikan oleh temannya tadi. Katanya sebagai hadiah. Dan saya sempat melihat mereka membeli dua pasang sepatu yang sama, hanya beda warna. Oh so sweet. I truly understand, it’s normal for girls. Lagian mereka jarang ketemu. Karena dia meyakinkan saya kalau belum dapat belanjaan, saya mengerti dan menghela napas lalu diam-diam menambah durasi untuk sekian jam ke depan di tempat ramai ini.

Sebelum berpisah, mereka janjian untuk ketemu lagi di suatu tempat nanti setelah kami mendapatkan tambahan pesanan orang rumah, baju untuk adik saya. Setelah menghabiskan nyaris sejam di lantai atas dan menyelesaikan transakasi, kami turun. Tapi mereka sudah pulang. Saya tahu, menunggu lama sangat tidak menyenangkan.

Kami memutuskan pindah ke Hypermart yang belum lama dibangun di sebelah, memanfaatkan waktu untuk refresh sejenak sambil berbelanja keperluan rumah-bukan-baju. Karena sudah jam 5 dan saya belum shalat, akhirnya saya memisahkan diri dari kakak saya (Alhamdulillah). Selesai shalat saya buru-buru mencari kakak saya karena saya tidak mengantongi uang sepeserpun selain beberapa pecahan tidak sampai 10rb di saku jaket. “Saya butuh berbuka, bang.”

Singkat cerita, karena menulis ini juga sangat melelahkan, selesai dari mall tadi, kembali ke etalase sandal, melancarkan misi pencarian kakak saya. Alhamdulillah, kondisinya sudah berbeda. Tenggorokan saya sudah basah oleh pulpy orange 😀 .

Singkat cerita, karena menulis ini memang sangat melelahkan, kami hengkang dari mall itu dan tidak membawa apa-apa. Maksudnya, tidak mendapatkan barang utama karena sandal yang pertama dipertimbangkan oleh kakak saya untuk dibeli dan ditinggal sejenak berbelanja barang lain telah sold out, dipulangkan oleh orang lain. Dalam hati saya, “Oh, my…. Then what?!” Dia bilang, “Pulang.” Syukurlah.

Singkat cerita, karena menulis ini sungguh sangat melelahkan, kami berbuka puasa di jalan, di dekat Ada Swalayan. Ini acara saya mestinya karena kakak saya tidak berpuasa. Dia bahkan sudah menenggak minuman di Hypermart sebelum bayar (I don’t recommend you to do this). Lalu, dia bilang, gimana kalau kita cari sandal di Ada Swalayan? Oh, ternyata misi pencarian ini belum selesai. Ya sudah. Saya kan adik yang baik hati. Nyaris sejam kami berada di Ada. Akhirnya dia dapat sandalnya, sangat berbeda jauh dari model awal idamannya karena saya meyakinkan padanya kalau itu sungguh sangat cocok dan pas sekali di kakinya (gunakan cara ini). Lalu… kami benar-benar p-u-l-a-n-g.

Belajar dari hari itu, saya berpesan pada semua cowok di dunia yang membaca ini. Kalau ingin menemani cewek belanja, usahakan kamu juga punya daftar belanjaan, jadi kamu tidak merasa ‘menemani saja’ karena itu sangat melelahkan. Kalau kamu tidak punya barang untuk dibeli, temani, tapi jangan ikuti setiap langkahnya, karena langkah cewek yang sedang belanja itu random. Tunggulah di satu titik, yakin kalau dia akan kembali menyusulmu, mungkin untuk meminta pendapat atau semacamnya. Nah, kalau sudah sampai tahap itu, biasanya kamu akan diberdayakan untuk ikut memilih. Pilihlah salah satu dan buat dia yakin untuk membeli itu supaya agenda perbelanjaannya tuntas. Tapi saya tidak tahu bagaimana cara mengatasinya jika sampai di rumah tiba-tiba dia menyalankanmu lantaran pilihan tadi tidak sesuai seleranya. Biasanya, dalam perjalanan pulang, otak cewek secara sistematis akan mengaitkan kejadian-kejadian di tempat belanja tadi dengan apa yang sudah dia bawa pulang. You must be careful.

Bagian lain dalam menyusun Idul Fitri mainstream tidak saya ceritakan, karena akan menambah panjang postingan ini (kayak antrian di mesin atm menjelang Idul Fitri). Sekadar tahu, hari berikutnya, kakak saya masih sempat pergi belanja lagi dengan adik cewek, ke Saudara Pasar Swalayan, ngulik baju lagi plus beli makan dan shampo untuk kucing di rumah. Oh, kaki mana yang lebih kuat dari cewek dalam urusan belanja?

Jika ada dosen yang menilai cara saya menyusun Idul Fitri, nilai yang saya peroleh, ibarat IPK adalah 2.7 s/d 3.0, sebagaimana yang diperoleh kebanyakan mahasiswa. Kurang begitu menarik dan mengena di mata dosen.

Kalau kamu punya cara lain yang lebih menyenangkan dalam menyusun Idul Fitri, jangan ragu untuk menginspirasi.

Selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. [ ] Hug and kiss(es) -_- dari Jepara.

banner selamat hari raya idul fitri

24 respons untuk ‘Menyusun Idul Fitri 1436 H.

      • shiq4 berkata:

        BTW saya suka loh sama artikelnya. Lucu banget menurut saya. Nggak tahu kenapa kok saya senyum dalam waktu yang lama. Jadi teringat ketika saya menemani ibu dan adik perempuan saya milih sandal. Udah beberapa jam keliling-keliling nyari sandal pada akhirnya ga’ jadi. Jadi nyesel kenapa dulu ga ditulis. Soalnya pasti lucu

        Disukai oleh 1 orang

        • rizzaumami berkata:

          Perempuan memang uniknya di situ, bang. Seolah-olah terlahir dengan bakat dan minat yang sama dalam hal kayak gitu. Kemarin saya juga nganter adik saya cowok beli sandal, baru brenti langsung udah dapet, trus saya, ‘Lho kok udah gitu doang?’ sampe gak percaya terus saya paksa milih lagi agak lamaan biar kelihatan ‘normal’ 😀 haha sampe segitunya.

          Disukai oleh 1 orang

  1. kayka berkata:

    mmm memang bukan mitos soal akhirnya beli yang pertama dipegang tadi. tapi belanja dgn co bikin stress deh maunya fokus nyari yang udah didaftar aja. padahal pas nyampe di lapangan banyak yang tainya gak kepikiran eh ada. coba deh kalau nanya beli sst dimana rata-rata ce lho yang lebih tau 😀

    salam
    /kayka

    Suka

  2. Grant berkata:

    ahahah, seru nih belanjanya! kalo aku sama keluarga, biasanya yg cowok2 nganter aja trus mereka keliling sendiri, yg cewek2nya belanja dgn sesama cewek2, ntar kalo sudah selesai telpon2an deh ketemuan di mana. jadi yg cowok2 nggak bosen dan cewek2 nggak merasa bersalah krn udah bikin cowok2 nunggu lama. 😀

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.